Tokoh Kewirausahaan

TOKOH KEWIRUSAHAAN

OPINI


KERUSAKAN HUTAN DI PROVINSI LAMPUNG


Kerusakan hutan merupakan salah satu masalah yang ada di Indonesia.  Data yang ada menunjukkan seluruh wilayah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten di Indonesia rata – rata memiliki kondisi hutan yang sudah rusak, akan tetapi Provinsi Lampung adalah yang terparah tingkat kerusakannya.  Tahun 1994, sebagaimana dinyatakan oleh Direktur Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan Republik Indonesia, pembukaan Diskusi Panel Penanganan Perambah Hutan di Provinsi Lampung, ada empat provinsi di Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung) dan tiga provinsi di Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) mengalami kerusakan hutan yang parah.  Kerusakan hutan yang terparah di Indonesia dialami Provinsi Lampung.

Kerusakan hutan di Lampung dinyatakan dalam persentase kerusakan tertinggi yaitu, hutan lindung berkisar 83,57% dari 336.100 hektar, hutan produksi berkisar 77,50% dari 325.149 hektar, dan hutan suaka alam berkisar 41,39% dari 422.500 hektar.6 Senada dengan itu, data Bappeda Provinsi Lampung pada 2007, menyebutkan kerusakan kawasan hutan lindung mencapai lebih dari 80%, dari luas hutan yang mencapai 1.004.735 hektar atau sekitar 34% dari luas Provinsi Lampung.

MS Joko Umar Said menyatakan, kerusakan hutan di Provinsi Lampung antara lain disebabkan ulah manusia dan aktivitas pembangunan serta pemanfaatan lahan hutan menjadi perkebunan.  Hampir 60 persen hutan di Lampung rusak akibat pembalakan liar, perambahan, pengalihan fungsi hutan menjadi areal perkebunan, kebakaran dan lain – lain.  Kerusakan akibat adanya kebakaran di Provinsi Lampung hanya sedikit, berdasarkan data hotspot sebanyak 80% kebakaran terjadi di luar hutan sedang 20% berada dalam kawasan hutan.  Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya mengakibatkan kerugian secara ekologis dengan hilangnya vegetasi dan habitat satwa tetapi juga secara ekonomis.

Kerusakan hutan di Lampung terjadi sejak tahun 1980 dan sampai saat ini belum dapat dituntaskan oleh pemerintah sehingga deforestasi (penurunan luas) hutan di daerah itu akan semakin meluas.  Seiring dengan adanya kerusakan tersebut maka berakibat luas areal hutan Lampung setiap tahun menyusut.  Pada tahun 1991, luas hutan mencapai 1,237 juta hektar lebih (37,48%).  Pada tahun 1999, luas areal hutan di Lampung 1,144 juta ha (34,67%) dan tahun 2000 luas areal hutan 1,004 juta ha lebih (30,43%).  Sejalan dengan data di atas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pecinta lingkungan, seperti Wahana Lingkungan Hidup, Watala dan Kelompok Penyelamatan Hutan menyatakan, sekitar 70% dari 1004.000 ha hutan di Lampung mengalami kerusakan.  Adapun yang menjadi penyebab kerusakan hutan salah satunya adanya perambahan liar disejumlah register hutan lindung.

Bagaimana jika kerusakan hutan akan terus terjadi dan akhirnya hutan hilang sama sekali? Tentu saja, selain rawan akan terjadinya bencana alam, hewan dan tumbuhan akan kehilangan habitatnya.  Pemerintah Provinsi Lampung seharusnya memberikan lebih banyak perhatian atas kerusakan hutan yang terjadi.  Pemerintah dapat melakukan rehabilitasi lahan hutan yang sudah rusak, melakukan cara – cara yang baru untuk pelestarian hutan, melakukan pencegahan agar kerusakan hutan yang terjadi tidak lebih luas lagi, dan memberikan sanksi kepada siapa saja yang melakukan hal – hal yang dapat merusak hutan.  Dalam melakukan hal – hal tersebut di atas, pemerintah tidak dapat melakukannya sendiri.  Kita sebagai warga Indonesia, khususnya masyarakat Provinsi Lampung, harus memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya hutan bagi kehidupan karena hutan juga berperan sebagai “paru – paru dunia”.  Oleh karena itu, pemerintah juga harus dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya hutan bagi kehidupan.

LATAR BELAKANG KARYA ILMIAH



ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BANDAR LAMPUNG


A.      Latar Belakang

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu komponen utama ruang kota.  Ruang Terbuka Hijau adalah kawasan yang didominasi oleh tumbuh – tumbuhan yang berada di wilayah perkotaan yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat di perkotaan. 

Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan, RTH di daerah perkotaan sangat penting peranannya.  Adanya RTH di perkotaan bertujuan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.  RTH juga berfungsi sebagai “paru – paru” kota, meningkatkan temperatur udara, meningkatkan tingkat resapan air, kelembaban udara, serta polusi.  Selain itu, RTH dapat memproduksi oksigen dan menyerap karbondioksida, menjadi habitat hewan liar seperti kupu – kupu dan burung serta menjaga air tanah dan mengurangi resiko terjadinya banjir.

Daerah perkotaan yang kekurangan RTH karena keterbatasan lahan akan menimbulkan permasalahan lingkungan karena polusi udara meningkat.  Menurut Budiharjo (1993) hilangnya RTH di perkotaan menyebabkan kestabilan psikologis, emosional, dan dimensional sehingga ruang gerak masyarakat untuk beraktifitas dan berfikir menjadi sangat terbatas.  Semakin sedikit lahan RTH yang ada maka dapat berakibat fatal, yaitu dicirikan dengan naiknya suhu bumi dan perubahan cuaca karena kenaikan suhu bumi.

Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006) menyatakan berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg di Afrika Selatan 10 tahun kemudian telah disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota.  Begitu pula dalam UU No. 26 tahun 2007 dinyatakan bahwa wilayah kabupaten atau kota harus membuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang RTH sebesar 30% dari luas wilayah.  RTH yang dimaksud berupa RTH publik dan RTH privat dengan luas masing – masing 20% dan 10%.

Bandar Lampung merupakan salah satu kota yang berada di provinsi Lampung dengan kepadatan penduduk lumayan tinggi.  RTH di Bandar Lampung sangat sedikit karena sudah digantikan dengan pembangunan mall, hotel, dan bangunan – bangunan besar lainnya.  Bangunan – bangunan tersebut dapat merusak lingkungan dan mengurangi oksigen sehingga diperlukan RTH.  RTH dapat dilakukan dengan menambah berbagai macam tumbuhan yang telah disesuaikan dengan lokasi yang ada.

Blogroll

Blogger templates

Blogger news

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Viewers